Pages

Instagram

Thursday, 2 May 2013

Bukti Minimnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

JAKARTA - Banyak bukti menunjukkan masih minimnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dari segi fasilitas, tercatat masih ratusan ribu sekolah rusak di penjuru Nusantara. Dari segi sistem, pemerintah masih mencari kurikulum yang paling ideal untuk diterapkan. Belum lagi rendahnya mutu guru di Tanah Air dan persebarannya yang tidak merata, ikut memperburuk kondisi pendidikan Indonesia. Ironis, padahal Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan ekonomi nomor tiga tertinggi di Asia.

Potret negatif pendidikan Tanah Air tersebut tidak luput dari kacamata dunia. Al-Jazeera, salah satu stasiun televisi berita dari Qatar, memotret buramnya dunia pendidikan Indonesia dalam reportase khusus 101 East. Seperti dilansir Al-Jazeera, Rabu (27/2/2013), reportase tersebut menyelidiki mengapa sistem pendidikan di Indonesia merupakan salah satu yang buruk di dunia.

Liputan Al-Jazeera dititikberatkan pada cerita salah satu Pengajar Muda dari program Indonesia Mengajar besutan Anies Baswedan. Sarjana Teknik berusia 23 tahun ini meninggalkan kemewahan Jakarta untuk mengajar di daerah Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB). Sebelum diberangkatkan ke daerah Terluar, Terdepan, Tertinggal (3T) di seluruh Indonesia, para Pengajar Muda dibekali latihan bertahan hidup ala militer.

Al Jazeera menyebut, belum lama ini Indonesia berada pada peringkat akhir dalam pemeringkatan taraf pendidikan yang menghitung tingkat literasi, hasil ujian, tingkat kelulusan dan parameter kunci lainnya dari 50 negara. Selain itu, hanya sepertiga dari 57 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menyelesaikan jenjang pendidikan dasar. Minimnya kondisi pendidikan di Indonesia juga diperparah dengan rendahnya mutu pengajar dan wabah korupsi di berbagai bidang.

Para praktisi dan pengamat pendidikan menilai, sistem pendidikan Indpnesia lebih menekankan pendidikan menghafal ketimbang berpikir kreatif. Budaya pengajaran satu arah, pendekatan kaku dalam pendidikan keagamaan, serta minimnya tugas membaca diidentifikasi sebagai persoalan-persoalan utama.

Para pakar pendidikan Indonesia menyatakan bahwa setengah dari jumlah guru di Tanah Air tidak memiliki kualifikasi yang layak untuk mengajar dan 20 persen dari jumlah guru yang ada sering kali tidak menunaikan kewajiban mereka sebagai pengajar. Selain itu, banyak guru di sekolah negeri bekerja di luar sekolah untuk menambah penghasilan.

Korupsi juga merajalela di sekolah dan perguruan tinggi. Banyak orangtua terpaksa menyuap sekolah agar anak-anak mereka lulus tes masuk, atau membayar fasilitas yang seharusnya disediakan oleh negara. Indonesian Corruption Watch (ICW) mengklaim, hanya sedikit sekolah Indonesia yang bersih dari korupsi, dengan 40 persen biaya operasional sekolah yang seharusnya menjadi jatah mereka "disunat" sebelum sampai ke ruang kelas.

Sementara itu, jutaan dolar bantuan pendidikan digelontorkan berbagai negara asing untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Angka ini tidak sebanding dengan jumlah yang dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk pendidikan dari APBN. Beberapa observer internasional juga mempertanyakan mengapa Indonesia masih mengandalkan pendanaan luar untuk pembangunan sekolah mengingat status Indonesia dari Bank Dunia sebagai negara dengan penghasilan menengah.

Merespons berbagai kritik tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan kurikulum baru sebagai usaha menyederhanakan pendidikan, mengurangi angka putus sekolah, dan menciptakan lebih banyak doktor. Salah satu kontroversi yang bergulir seputar kurikulum baru ini adalah pengurangan jumlah belajar pendidikan sains, geografi dan bahasa Inggris di sekolah dasar, serta meningkatkan jumlah pendidikan nasionalisme dan patriotik.

Banyak pendidik mempertimbangkan kondisi ini dapat mendorong Indonesia kembali ke "zaman batu" di era globalisasi. Mereka berpendapat, usia dini adalah saatnya memberikan berbagai formula pendidikan yang merangsang kemampuan berpikir anak-anak, terutama mengingat tingginya angka putus sekolah usai jenjang sekolah dasar ini.

Tetapi pemerintah membela diri dengan menyatakan bahwa perubahan kurikulum akan menyederhanakan sistem sekolah yang dikritik karena membebankan terlalu banyak subjek pelajaran kepada para siswa

Setelah setahun lebih Satuan Reserse Kriminal-Satreskrim Polres Bogor melakukan penyidikan kasus korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah-BOS Kementrian Agama Kabupaten Bogor, akhirnya kasus tersebut dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Cibinong, Rabu (20/2/2013).

Kepala Kejaksaan Negeri Cibinong Mia Amiati menjelaskan berkas perkara itu sudah diperbaiki, dari pertama kali dilimpahkan penyidik polisi sampai memperhatikan petunjuk dari Jaksa agar nanti tidak lemah dalam proses penuntutan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung.

“Kita sudah terima berkas P 21 dari polisi jadi kita naikan jadi tahap 2 penyidikan,” jelasnya.

Seperti diberitakan, kasus perkara korupsi dari tahun anggaran 2006 diketahui pada tahun 2011 setelah diaudit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Jawa Barat yang menyatakan ada kerugian negara sebesar 482 juta. Kasus bermula adanya siswa penerima BOS Fiktif di Pondok Pesantren At – Taqwa di Kp. Palakaden RT. 01/05 Desa Cibalung Kec. Cijeruk Kabupaten Bogor.

Menurut Mia Amiati dari kasus itu sudah ditetapkan tiga tersangka atas nama Rachmat Dakim, Achmad Mudofir, Santoso dan Karan Saleh. Selanjutnya Kejaksaan menetapkan ketiganya sebagai Tahanan Kota, karena sebagian besar sudah berusia lanjut dan sakit – sakitan, meski demikian mereka wajib lapor ke Kejaksaan 2 kali seminggu.

“Ketiga tersangka itu kita kenakana tahanan kota, dengan wajib lapor 2 kali seminggu, karena usia mereka sudah tua, sakit – sakitan,” ungkapnya.

Kepada ketiga tersangka sudah dikenakan pasal 2 ayat (1) Jo pasal 9 UU RI No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana Korupsi karena bersama – sama bersekongkol melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan negara.

0 comments:

Post a Comment

 
MMORPG Games - MMORPG List - Video Game Music