Pages

Instagram

Friday, 5 April 2013

[Buat yang mau lulus SMA] Jangan pernah punya cita-cita jadi dokter mengapa ?

David Pakpahan Blog ®  Sebelum baca artikel ini admin ingin menjadi teman kamu dibeberapa jejaring social berikut :
Line & We Chat : georgedavid

Twitter : @davidpakpahan83

Instagram : @davidpakpahan

Skype : george.david08

Tambahkan saya yahh senang Berteman dengan anda ^^ jadi setelah promo langsung saja nih berikut ulasan topik kita ini

Apa Bedanya Kambing dengan
Dokter di Indonesia?
Hari Kamis 7 Maret 2013
mungkin merupakan momen yang
tepat menurut penulis sebagai
momen ketika profesi dokter di
Indonesia telah mencapai titik
terendah di dalam peradaban
bangsa Indonesia. Pada hari itu,
Jawa Post National Network
dalam beritanya mengutip ketua
komisi IX DPR RI Dr. Ribka
Tjiptaning Proletariyati (F-PDIP)
dalam suatu diskusi di gedung
DPR RI yang menyatakan bahwa
dokter lebih jahat dari polisi lalu
lintas. Pemberitaan itu
menimbulkan banyak reaksi
karena ketika itu pemberitaan
negatif mengenai profesi dokter
mengalami peningkatan. Reaksi
pembenaran datang dari berbagai
masyarakat yang mengaku
memiliki pengalaman buruk
dengan dokter dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya,
sementara tentu saja perlawanan
datang dari kebanyakan dokter di
Indonesia. Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) kemudian dalam
suratnya tertanggal 15 Maret
2013 meminta klarifikasi
pernyataan tersebut namun
hingga tulisan ini dibuat, dokter
lulusan Universitas Kristen
Indonesia (UKI) Jakarta ini belum
memberikan klarifikasi dan
berbagai pro dan kontra terus
berlangsung.
Hari Kamis 7 Maret 2013 adalah
hari ketika profesi dokter
Indonesia telah terhinakan tanpa
ampun. Pada hari itu sudah jelas
bahwa masyarakat, penguasa,
media , politisi bahkan sejawatnya
sendiri telah menghinakan profesi
yang seharusnya mulia ini. Profesi
dokter di Indonesia dalam
pekerjaannya yang penuh dengan
risiko tertular penyakit,
mengalami kecelakaan kerja, pagi-
siang-sore-malam tanpa henti
yang kemudian masih harus
berhadapan dengan penguasa
yang memberikan jam kerja yang
tidak proporsional, upah yang
tidak proporsional, jumlah pasien
membludak berkat sistem
pelayanan kesehatan gratis tanpa
persiapan sistem dan fasilitas
yang baik demi memenuhi janji
kampanye, tidak merata distribusi
infrastruktur yang mendukung
pelayanan kesehatan hingga ke
pelosok desa; kemudian tekanan-
tekanan pekerjaan dari berbagai
preman berwujud lembaga
swadaya masyarakat, lembaga
bantuan hukum, partai politik,
organisasi kemasyarakatan yang
mengancam dokter secara pidana,
perdata, adat istiadat dan
sebagainya sementara pemerintah
daerah, kemenkes dan jajarannya
serta pihak pengelola rumah sakit
cenderung membuang kesalahan
sistem kepada lini terdepan
sistem yaitu dokter; ditambah
media yang mengagungkan
kebebasan pemberitaan sambil
mengangkangi kode etik
jurnalistik, yang tiba-tiba amnesia
dengan kementerian kesehatan
dan jajarannya serta pemerintah
daerah sebagai pembuat
kebijakan, terus menggaungkan
betapa dokter sebagai pelaku
utama pelayanan kesehatan
adalah sasaran empuk kritisi
sistem kesehatan. Jarang sekali
mereka mengabarkan betapa
terjalnya perjuangan dokter
puskesmas di tingkat pelosok,
bagaimana pemahaman
masyarakat terhadap paradigma
sehat yang dicanangkan
pemerintah, bagaimana nasib
kesejahteraan dokter di
Indonesia, benarkah pendidikan
dokter demikian mahal hingga
nanti ketika lulus akan
bermental komersil kepada
pasien, bagaimana sebenarnya
sistem kesehatan di Indonesia,
apa yang dimaksud malpraktek,
apa saja hak pasien untuk
menghindari malpraktek, dan
sebagainya manapun itu yang
sifatnya mencerdaskan
masyarakat. Masyarakat hanya
mendengar sayup berita mengenai
buruknya dokter di suatu tempat
tanpa informasi lengkap dan
tanpa bersifat kritis dan skeptis,
kemudian ikut panas dan tidak
sedikit hadir di tengah kelabu
kontroversi sebagai asap hitam
lain. Tidak ada satupun yang
berusaha untuk menjadi
penerang.
Semua ini bisa dikatakan
kejahatan kemanusiaan yang
sistematis dalam mengkerdilkan
hak dokter sekaligus
membesarkan tanggung jawab
dokter di semua pojok kesalahan
sistem kesehatan. Dari
pernyataan profesi dokter
adalah profesi mulia yang tidak
mengharapkan balas kasih
menjadi eksploitatif: dokter
harus tidak mengharapkan
balas kasih dan tidak perlu
dikasihi. Seperti kambing.
Pasien datang berobat, harap
diobati sampai sembuh. Pasien
tidak nyaman sedikit saja,
golongan Anda dianggap gagal dan
harus dianggap malpraktek untuk
kemudian dicemooh. Bagi yang
tidak setuju maka dianggap pro
dokter Indonesia, kemudian juga
dicemooh. Intinya masyarakat
Indonesia anti dengan dokter.
Walau demikian, sebagian besar
masih berobat ke dokter di
Indonesia.
Dalam posisi seperti ini, tetap ada
dokter dengan dedikasi tinggi
menerobos kemelut kontroversi
dengan terus bekerja seperti
biasa. Ada yang memang telah
memaklumi situasi seperti ini, ada
yang memang merasa sudah tidak
mungkin tersentuh hal-hal sepele
seperti masalah-masalah yang
dialami dokter umum di tingkat
daerah, ada yang tidak tahu harus
ke mana mereka harus berteriak
menyuarakan hak mereka sebagai
sesama manusia sambil terus
bekerja. Bagaimanapun posisi
mereka, mungkin juga mereka
tidak tahu bahwa mereka ibarat
kambing potong, ada banyak pasal
pidana dan perdata yang dapat
mengancam mereka kapanpun
dalam rangka mereka
menjalankan tugasnya. Belum lagi
ancaman penguasa untuk mencuci
tangan terhadap sistem kesehatan
yang mereka sedang jalani.
Beginilah situasi menjadi
dokter di Indonesia: siap
menjadi kambing. Kambing
hitam dan kambing potong.
Masih mau menjadi dokter di
Indonesia? Profesi mulia yang
tidak dimuliakan? Tentu ada
beberapa dari dokter adalah
oknum yang memberi preseden
buruk kepada profesi dokter,
tetapi hanya profesi dokterkah
yang seperti itu? Dan adilkah ulah
oknum dikatakan mencerminkan
dokter secara umum?
Dan ketika tidak ada lagi dokter di
Indonesia, siapa yang akan
disalahkan media, masyarakat dan
pemerintah terhadap sistem
kesehatan yang mereka jalankan?
Ya kambing.

0 comments:

Post a Comment

 
MMORPG Games - MMORPG List - Video Game Music