TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan niatnya untuk mengikuti konvensi calon presiden yang akan digelar Partai Demokrat. “Iya, kalau dipertimbangkan dan diperkenankan,” ujarnya melalui pesan singkat pada Tempo, Jumat, 19 April 2013. Hanya saja, Gita masih enggan menyebut persiapan khusus yang akan dilakukannya untuk mengikuti konvensi yang akan digelar mulai Juni 2013 mendatang itu. “Doa saja untuk yang terbaik,” katanya.
Nama Gita Wirjawan sudah santer diisukan masuk dalam bursa calon presiden Partai Demokrat. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat Kastorius Sinaga sebelumnya pernah menyatakan Gita sebagai calon presiden yang direstui oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Gita juga telah disebut oleh beberapa survei sebagai calon presiden alternatif pada Pemilu 2014 mendatang.
Gita saat ini masih disibukkan oleh kegiatan sebagai Menteri Perdagangan. Hari ini misalnya, ia terbang ke Kota Pahlawan Surabaya untuk memimpin delegasi Indonesia di pertemuan para menteri perdagangan ekonomi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC). Dalam pertemuan ini, Gita sekaligus merangkap sebagai pimpinan sidang selama berlangsungnya pertemuan hingga esok. Selain Gita, sejumlah tokoh tampaknya mulai tertarik mengikuti konvensi capres Demokrat. Beberapa nama yang kerap disebut adalah Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie, pengacara Farhat Abbas, dan beberapa tokoh lainnya.
Gita Wirjawan dari Harvard Sampai Jadi Mendag
JAKARTA - Gita Irawan Wirjawan, pengusaha yang telah malang melintang di dunia bisnis Indonesia sekarang ini dipercaya menduduki pos menteri BUMN. Segudang pengalamannya diyakini presiden menjadi modal dia memajukan perdagangan Indonesia. Gita sebelumnya sudah menduduki jabatan setingkat menteri, yakni kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pria kelahiran Jakarta, 21 September 1965 mendirikan perusahaan Ancora Capital, perusahaan investasi di bidang sumber daya dan pertambangan pada 2008 lalu.
Seperti dikutip dari Wikipedia, dia mendirikan perusahaan tersebut setelah memutuskan mundur dari kursi Presiden Direktur JP Morgan Indonesia yang ia jabat pada periode 2006-2008. Gita menempuh pendidikan S-1 di Amerika Serikat (AS), dia menyelesaikan kuliahnya di Kennedy School of Government, Harvard University, pada 1992, di mana dia mengambil jurusan administrasi bisnis.
Selepas kuliah, sia memulai kariernya dengan bekerja di Citibank. Pada 1999, dia mengambil kuliah S-2 jurusan public administration (administrasi publik) di Harvard University dan lulus pada 2000. Selesai S-2, ia bekerja di Goldman Sachs Singapura, sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman. Gita bekerja di sana hingga 2004. Pada 2005 dia pindah ke ST Telekomunikasi sampai 2006 juga di Singapura, Gita kemudian bekerja di JP morgan Indonesia sebagai direktur utama pada periode 2006-2008. Selanjutnya, dia mundur dari JP Morgan pada April 2008 dan mendirikan Ancora Capital. Dalam hitungan bulan, perusahaan ini mengambil alih sebagian saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk, PT Bumi Resources Tbk, PT Multi Nitrat Kimia, perusahaan properti di Jakarta, dan sebuah perusahaan properti di Bali. Keberhasilan Gita memimpin Ancora adalah berkat banyak mengandalkan koneksinya saat kuliah di Harvard.
Gita merupakan pecinta musik terutama jazz. Gita mendirikan mendirikan rumah produksi musik bernama Omega Pacific Production, yang menelurkan Tompi sebagai pemusik sukses. Dia juga merupakan pecinta olahraga golf. Kecintaannya pada golf dia tunjukkan dengan mendirikan sekolah Ancora Golf untuk mencari bibit pegolf muda dari Indonesia.
Menteri SBY Banyak Lulusan Amerika, Khususnya Lulusan Harvard University
Jakarta - Para Menteri Kabinet Indonesia (KIB) ternyata banyak yang lulusan Amerika Serikat, terutama menteri di bidang ekonomi. Dari total 34 menteri, ada sekitar 10 menteri yang lulusan negeri Paman Sam tersebut. Menteri lulusan AS tersebut adalah Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menpora Andi Mallarangeng, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh, dan Kepala BKPM Gita Irawan Wiryawan.
Kebanyakan di antara mereka adalah lulusan Harvard University. Gita Wirjawan, misalnya. Pria kelahiran Jakarta 21 September 1965 ini adalah peraih master dari Harvard University. Demikian juga Endang Rahayu Sedyaningsih. Menkes yang sempat dituding sebagai agen AS ini meraih gelar PhD dari Harvard School of Public Health.
Harvard University memiliki makna tersendiri bagi SBY. Selain putra pertamanya juga melanjutkan kuliah di kampus yang terletak di kota Boston tersebut, SBY pun pernah 'pamer', bahwa para menteri yang membantunya banyak yaang lulus dari Harvard. Hal tersebut SBY sampaikan saat berkunjung ke kampus Harvard September 2009 lalu.
SBY juga tercatat pernah mengeyam pendidikan militer di Westpoint, AS. Pada 2003 saat berkunjung ke AS ketika menjabat sebagai Menko Polkam, SBY pernah berujar, 'I love the United States with all its faults. I consider it my second country'. Apakah dipilihnya kembali para menteri KIB II yang banyak lulusan AS ini disengaja? Hanya SBY yang tahu.
Pidato Lengkap Presiden SBY di Harvard
Mahasiswa Indonesia di Harvard
-----------------------------
Kalau dilihat latar belakang pendidikan dan pengalamannya yang sangat sarat dengan jabatan expert di pasar keuangan dunia, jelaslah figur seperti Gita ini (seperti juga halnya dengan figur Sri Mulani), akan sangat disukai pasar dan investor dari negeri kapitalis maju seperti AS, Uni Eropa, Jepang dan Singapore.
Profil Gita Wirjawan
Gita Wirjawan
IDENTITAS
Nama Lengkap : Gita Wirjawan
Alias : Gita Irawan Wirjawan
Agama : Islam
Tempat Lahir : Jakarta
Tanggal Lahir : Selasa, 21 September 1965
Zodiac : Virgo
Hobby : Musik jazz; Golf; Basket; Renang; Sepakbola
Warga Negara : Indonesia
PENDIDIKAN:
S-2 di Harvard University, lulus 2000
Kennedy School of Government,
Harvard University, 1992
Sekolah Musik Berkeley, AS
KARIR
Bankir Citibank
Goldman Sachs, 2001-2004
ST Telekomunikasi, Singapura, 2005-2006
Presdir JP Morgan Indonesia, 2006-2008
Anggota Dewan Direktur Independen di Telekom Malaysia International
Komisaris Pertamina
Pendiri Ancora Capital (2008), Ancora Golf, Omega Pacific Production, Ancora Foundation
Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), 2009-2011
Menteri Perdagangan (2011)
BIOGRAFI:
Mulai mencintai golf di usia 10 tahun dan mulai mencintai jazz di usia 13 tahun, kini seorang Gita Irawan Wirjawan (lebih dikenal sebagai Gita Wirjawan) menjadi nahkoda bagi bahtera perdagangan di Indonesia. Dengan latar belakang bisnis dan pasar modal yang cemerlang, ada harapan bahwa perjalanan bahtera perdagangan bangsa ini akan menjadi lebih mulus di bawah kendalinya, meski menghadapi berbagai badai perekonomian.
Gita Wirjawan lahir di Jakarta pada 21 September 1965. Ia menempuh pendidikan S-1 di Kennedy School of Government, Harvard University, Amerika Serikat pada 1992 dengan mengambil jurusan administrasi bisnis. Selepas S-1, ia berkarier sebagai seorang bankir di Citibank. Kecintaannya kepada musik membawanya manggung dari kafe ke kafe, hingga akhirnya pada tahun 1997 ia terpaksa menghentikan konser kafenya ini karena kesibukan.
Pada tahun 2000, Gita berhasil menamatkan kuliah S2 nya di Harvard lalu bekerja di Goldman Sachs Singapura hingga tahun 2004. Goldman Sachs adalah sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman. Pada tahun 2005 ia pindah bekerja ke ST Telekomunikasi, Singapura. Di perusahaan tersebut, ia bekerja selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya berlabuh ke JP Morgan Indonesia.
Dalam tugasnya sebagai Presdir JP Morgan Indonesia inilah Gita mencium adanya gelagat bakal terjadinya resesi ekonomi di Amerika, yang dampaknya akan meluas ke seluruh dunia. Ia berusaha memberitahukan pandangannya tersebut kepada pemerintah, ekonom, serta kalangan pengusaha, namun tidak ada pihak yang menggubrisnya. Karena itulah ia berancang-ancang mendirikan perusahaan investasi sendiri dan mulai mempersiapkan dana untuk membeli saham-saham perusahaan yang diperkirakan akan jatuh terimbas krisis global nantinya.
Tahun 2008, Gita mewujudkan ambisinya untuk mundur dari JP Morgan dan mendirikan Ancora Capital. Perusahaan barunya ini berfokus pada investasi di sektor energi dan sumber daya alam. Tangan dinginnya mengelola Ancora harus diakui saat hanya dalam hitungan bulan, perusahaan ini mengambil alih sebagian saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk, PT Bumi Resources Tbk, PT Multi Nitrat Kimia, perusahaan properti di Jakarta, dan sebuah perusahaan properti di Bali.
Ancora Capital telah berhasil menghimpun dana investasi (private equity fund) dari para investor asal Timur Tengah, Malaysia, dan Brunei yang mencapai 300 juta dollar AS. Private equity fund yang dibentuk Ancora Capital ini merupakan private equity fund pertama yang didirikan dan memenuhi ketentuan syariah (sharia-compliant private equity fund).
Pada 11 November 2009, Gita bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Gita sukses membuktikan kepemimpinannya dengan meningkatnya realisasi investasi. Ia dianggap sebagai pemasar andal bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di negeri ini.
Selanjutnya pada tahun 2011, ia mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dengan ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Mari Elka Pangestu. Baru beberapa hari menjabat, Gita terlihat memiliki sikap yang tegas dan jelas terkait masalah produk impor. Prinsipnya, ia tidak setuju kalau impor justru menimbulkan ketergantungan. Selain itu, ia menyatakan akan berfokus pada perdagangan.
Meski telah disibukkan oleh aktivitas pemerintahan dan bisnis yang begitu padat, Gita tidak bisa seratus persen pergi dari musik dan golf yang dicintainya. Ia juga memiliki label rekaman (Omega Pacific Production) yang telah menghasilkan beberapa album jazz dan pop. Gita juga mendirikan Ancora Golf, sebuah sekolah golf untuk mencetak para pegolf muda berbakat yang memiliki fasilitas bagus dan di mana ia juga mendanai biaya hidup bagi para siswa di sana.
Kepedulian Gita terhadap pendidikan salah satunya terwujud dengan mendirikan Ancora Foundation, sebuah yayasan yang bergerak di bidang kemanusiaan khususnya pendidikan. mendirikan Ancora Foundation memfokuskan diri pada donasi pendidikan untuk pemuda Indonesia dengan membuat beberapa program beasiswa untuk bersekolah di beberapa universitas ternama di dalam dan luar negeri.
Apa Artinya Menyandang Gelar Mahasiswa Harvard?
Dua pertanyaan yang paling sering orang tanyakan pada saya saat mereka tahu saya berkuliah di Harvard adalah: 1) Seperti apa rasanya kuliah di Harvard?; dan 2) Bagaimana caranya agar bisa diterima di Harvard? Menurut saya, pertanyaan pertama lebih penting daripada pertanyaan kedua. Jika seseorang tahu manfaat sesuatu, bagaimana rasanya sesuatu, ia akan menemukan cara untuk mendapatkannya. Melalui tulisan ini saya akan menjawab pertanyaan yang pertama tentang manfaat berkuliah di universitas dengan brand paling terkenal di dunia: Harvard University.
Tulisan lain di blog ini yang berjudul “Don’t Get a Degree, Get an Education” oleh Paul Edison berargumen bahwa hasil terpenting dari berkuliah bukanlah gelar, tapi pendidikan yang didapatkan. Menurut saya, argumen ini walau romantis, tidaklah tepat: gelar atau brand (merek) sama pentingnya, atau bahkan lebih penting, daripada pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan.
Paling tidak ada dua hal yang membuat gelar sama pentingnya dengan pengetahuan yang didapat. Yang pertama: gelar memberikan sinyal tentang pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang. Seorang sarjana lebih mudah mendapat pekerjaan daripada seseorang yang tidak kuliah tapi membaca semua buku kuliah. Seseorang dengan gelar dari Universitas Indonesia dipanggil wawancara sedangkan sarjana dari Universitas Bengkulu tidak, walaupun keterampilan keduanya sama persis. Seseorang dengan gelar dari Harvard University mendapat pekerjaan yang lebih baik daripada sarjana dari Harvard State University of Southern Idaho yang pengetahuannya sama persis. Beberapa industri seperti konsultan manajemen dan bank investasi hanya memproses pelamar lulusan universitas tertentu. Paul sendiri mungkin tidak akan dipanggil wawancara di Yahoo! jika ia bukan lulusan UC Berkeley. Tragis memang, tapi begitulah realitanya.
Saya sendiri merasakan banyak sekali pintu yang terbuka setelah menyandang gelar mahasiswa Harvard. Saat melakukan penelitian di Indonesia, semua orang dengan posisi penting yang ingin saya temui bersedia untuk ditemui. Belum tentu orang-orang ini bersedia saya temui jika saya datang dua tahun lalu, dengan gelar lulusan Universitas Indonesia. Dalam studi tur ke Turki yang saya ikuti bersama mahasiswa Harvard lainnya, kita ditemui presiden, wakil perdana menteri, dan sejumlah menteri Turki. Maukah para VVIP ini bertemu jika yang datang adalah mahasiswa universitas lain? Belum tentu.
Alasan kedua mengapa gelar sangat penting adalah gelar atau brand mendatangkan sumber daya yang membuat kualitas pendidikan lebih baik. Calon mahasiswa terbaik di dunia tertarik berkuliah di universitas yang memiliki brand yang baik. Input mahasiswa yang baik membuat output proses pendidikan lebih baik. Brand juga menarik pengajar, investor, dan donatur ke universitas tertentu. Semua ini membuat sumber daya yang tersedia berlimpah, yang mendukung proses pendidikan, sehingga lulusan pun secara nyata memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik.
Harvard University memiliki dana abadi terbesar di dunia, jumlahnya kira-kira Rp320 triliun [1]. Dengan dana ini fasilitas pendidikan menjadi sangat baik. Misalnya, Harvard bisa membangun sistem perpustakaan yang merupakan sistem akademik terbesar di dunia dengan 80 perpustakaan dan 15 juta buku [2]. Dari segi mahasiswa, pada tahun 2012 ada 34.302 pelamar ke program S1 Harvard. Lebih dari setengahnya memiliki nilai SAT 3% teratas dari semua yang mengambil tes SAT di seluruh dunia. 3.800 orang merupakan lulusan terbaik di SMA-nya. Dari seluruh pelamar ini yang diterima hanya 2.032 orang, atau 5,9% [3]. Input yang baik ini tentu membuat proses pendidikan menjadi sangat kompetitif. Apakah para investor dan donatur mau menyumbang ke universitas selain Harvard? Apakah sama banyaknya pelamar berkualitas yang melamar ke universitas selain Harvard? Belum tentu.
Saya sudah menunjukkan bahwa gelar atau brand yang baik memberikan sinyal tentang kualitas pendidikan yang baik, dan juga membuat kualitas pendidikan lebih baik secara nyata. Mengapa saya menyampaikan ini semua? Apakah kita harus menjadi orang yang picik yang semata-mata mengejar gelar? Tidak. Masalahnya adalah kebanyakan pelamar dari Indonesia tidak berani melamar ke universitas dengan brand yang baik atau tidak mengenal sekolah dengan brand yang baik beserta manfaat berkuliah di sana. Hal ini berulang kali saya dengar langsung dari calon mahasiswa dan mahasiswa Indonesia, dari pemberi beasiswa dan dari pengajar. Jumlah mahasiswa Indonesia di universitas dengan brand yang baik di Amerika Serikat sangat sedikit, sangat tidak representatif dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. Kontras sekali dengan jumlah mahasiswa dari, misalnya Singapura atau Thailand. Bukan berarti calon mahasiswa Indonesia tidak berkualitas sehingga tidak diterima, tapi yang melamar saja jumlahnya sedikit. Negara tujuan lain seperti Belanda, Jepang, dan Australia jauh lebih popular bagi pencari beasiswa (berarti bukan masalah biaya), padahal universitas-universitas di Amerika memiliki brand terbaik sedunia, misalnya universitas-universitas Ivy League.
Sudah saatnya semakin banyak calon mahasiswa menyadari manfaat berkuliah di universitas-universitas dengan brand terbaik di dunia, karena universitas-universitas ini secara kualitas nyata juga lebih baik. Selanjutnya, kita bisa lebih mengenal bagaimana cara dapat diterima di universitas-universitas tersebut. Don’t only get an education or a degree, get both!
Catatan:
[1] Huffington Post online. Harvard’s Endowment Grows By $4.4B To Reach $32B.
[2] Harvard University Library website.
[3] Harvard Gazette online. March 22-April 4, 2012. 2,032 admitted to Class of ’16.
SBY Bangga Putranya Sekolah di Harvard
VIVAnews - Ayah mana yang tak bangga melihat anaknya bersekolah di tempat yang elit dan prestisius? Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mengaku bangga dengan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, sudah menempuh ilmu di Universitas Harvard, yang merupakan perguruan tinggi papan atas di Amerika Serikat (AS) dan di dunia.
Rasa bangga itu diungkapkan Yudhoyono saat memberikan kuliah umum di Universitas Harvard, Cambridge, Amerika Serikat (AS), Selasa malam 29 September 2009 (Rabu dini hari WIB). "Saya bangga bahwa putra saya, Kapten Agus, bisa bergabung di program studi Harvard yang prestisius ini. Saya rasa dia hadir di ruangan ini," kata SBY, sebagaimana dilaporkan wartawan senior ANTV dan VIVAnews.com, Uni Lubis, yang hadir dalam acara itu.
Putra sulung Yudhoyono ini merupakan perwira menengah TNI Angkatan Darat berpangkat kapten infanteri. Namun, suami aktris Anisa Pohan itu sempat mengikuti program studi eksekutif di Harvard Kennedy School of Government. "Jadi, selain merupakan seorang prajurit Indonesia yang loyal, dia juga merupakan mahasiswa Harvard, yang bekerja untuk saya," kata Yudhoyono. Sebelumnya, dia mengaku sudah lama ingin menyambangi Harvard. Sebagai salah satu universitas bergengsi di dunia, Harvard merupakan almamater bagi sejumlah menteri, pengusaha, dan para perwira militer Indonesia. "Menarik juga mengetahui bahwa saya tidak bekerja untuk orang-orang yang pernah belajar di Harvard. Merekalah yang justru bekerja untuk saya," kata Yudhoyono.
0 comments:
Post a Comment